Kategori: Kasus Terhangat

Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)

Pada beberapa  waktu yang lalu banyak sekali berita bermunculan di media perihal aturan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang mengancam beberapa perusahaan besar seperti Google, Facebook, Instagram dan lain-lain. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengancam akan memblokir semua perusahaan yang belum mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat yang dicanangkan Kominfo.

Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang PSE, baiknya kita terlebih dahulu mengenal apa itu PSE. Menurut laman resmi Kominfo, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

Lalu siapa saja yang harus mendaftar PSE tersebut? menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 yang berkewajiban mendaftarkan PSE adalah Portal, situs, atau aplikasi dalam jaringan melalui internet yang dipergunakan untuk:

  1. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan penawaran dan/atau perdagangan barang dan/atau jasa;
  2. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan transaksi keuangan;
  3. Pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data baik dengan cara unduk melalui portal atau situs, pengiriman lewat surat elektronik, atau melalui aplikasi lain ke perangkat pengguna;
  4. Menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan komunikasi meliputi namun tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan dalam jaringan dalam bentuk platform digital, layanan jejaring dan media sosial;
  5. Layanan mesin pencari, layanan penyediaan Informasi Elektronik yang berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, dan permainan atau kombinasi dari sebagian dan/atau seluruhnya; dan/atau
  6. Pemrosesan Data Pribadi untuk kegiatan operasional melayani masyarakat yang terkait dengan aktivitas Transaksi Elektronik.

Kewajiban melakukan pendaftaran PSE Lingkup Privat tersebut harus dilakukan sebelum Sistem Elektronik mulai digunakan oleh Pengguna Sistem Elektronik.

Queen Law Firm Menangani Kasus Narkoba Internasional

Queen Law Firm pada saat ini sedang mendampingi kasus Narkoba jaringan Internsional dengan barang bukti 30 Kg Sabu-Sabu dengan jaringan pengedar antarnegara yang berperan memasukkan narkoba ke Indonesia lewat jalur darat.

Pngiriman sabu-sabu tersebut dari Myanmar ke Kuching (Malaysia), lalu ke Pontianak menuju Pangkalan Bun dan ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Tersangka yang kami dampingi Lhau Chu Hee merupakan kurir narkoba yang bertugas mengirimkan barang dari Malaysia ke Indonesia dan bukan merupakan bandar Narkoba Internasional maka kami akan membela hak-hak tersangka tersebut dan membantu pihak berwenang untuk mengungkap siapa bandar besar dibalik kasus tersebut.

Sementara itu, salah seorang tersangka, Che Kim Tiong mengaku mengirimkan sabu-sabu atas perintah Mr. Po asal Kuching, Malaysia. Dari Mr Po, Che Kim Tiong mengaku mendapatkan Sebesar 40 ribu ringgit atau sekitar Rp. 133 juta, sedangkan Lhau Chu Hee berperan sebagai kurir sabu mendapatkan bayaran 7.000 ringgit atau sekitar Rp. 23 juta.

Penangkapan Wisnu Wardhana Terpidana Kasus Korupsi

Kami sebagai warga negara sangat mengapresiasi dengan kinerja tim kejari surabaya yang telah menangkap Wisnu Wardana yang menjadi buronan kasus Korupsi, yang tertangkap pada rabu 9 januari 2019, sebelumnya Wisnu Wardana buron selama tiga bulan. Dengan penangkapan yang berlangsung sangat dramatis sehingga motor tim kejari Surabaya di tabrak oleh Wisnu Wasdana hingga berasap. Usai ditangkap, terpidana kemudian digiring ke Kantor Kejaksaan Negeri Surabaya untuk menjalani beberapa pemeriksaan kelengkapan dokumen sebelum dibawa ke Lapas Kelas I Surabaya di Porong Sidoarjo.

Wisnu Wardana merupakan terpidana kasus korupsi yang merugikan negara yang mencapai Rp 11,7 Milyar.  Wisnu Wardana terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus Wisnu Wardana Sendiri telah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya. Kemudian Wisnu Wardhana banding ke Pengadilan Tinggi Jatim yang menurunkan vonisnya menjadi 1 tahun penjara. Setelah itu, Kejati Jatim melakukan kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian pada Desember 2018 lalu menaikkan vonis  Wisnu Wardhana menjadi 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan penjara, serta mewajibkan Wisnu Wardhana membayar uang pengganti sebesar Rp1,566,150,733, subsider tiga tahun penjara.