Bulan: Agustus 2020

Perjanjian Pra-nikah dalam Pernikahan Campuran

Banyak klient kami khususnya orang asing yang akan menikah atau sudah menikah dengan orang Indonesia bertanya apakah sebelum menikah mereka harus membuat Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement dan sebenarnya untuk apa Perjanjian Pranikah itu dibuat?

Maka dari itu kami akan membahas terlebih dahulu tentang Perjanian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement, Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement terdapat pada Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement berisi tentang pemisahan harta benda, untuk orang asing Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement sangat penting terlebih pada benda tidak bergerak seperti tanah, rumah, ruko, rukan, unit apartemen dan yang bersipat properti yang tidak dapat dimiliki oleh orang asing, merujuk pada Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyatakan: “Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang dengan ancaman batal demi hukum.” Dalam asas ini ditegaskan bahwa orang asing tidak dapat memiliki tanah di Indonesia dan hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki tanah di Indonesia. Sedangkan pada saat menikah akan secara otomatis adanya percampuran harta yang terdapat pada Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta Bersama.” Dengan demikian maka segala harta benda yang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak akan otomatis menjadi harta benda bersama. Namun, kembali lagi pada Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa orang asing tidak dapat memiliki hak milik atas tanah, sehingga pasangan beda warga negara di Indonesia harus membuat Perjanjian Pra-nikah  atau Prenuptial Agreement untuk memisahkan harta benda mereka khususnya benda tidak bergerak agar suami/istri yang berkewarganegaraan Indonesia dapat membeli harta benda tidak bergerak berupa tanah, rumah, ruko, rukan, unit apartemen dan yang bersipat properti.

Lalu sebaiknya kapan dibuatkan Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement? Perjanjian ini sebaiknya dibuat sebelum pernikahan tersebut dilangsungkan dan didaftarkan pada saat pernikahan tersebut dilakuakan.

Tapi bagaimanakah jika pasangan beda negara sebelum dan sesudah pernikahan belum membuat Perjanjian Pra-nikah atau Prenuptial Agreement? Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik -Indonesia Nomor: 69/PUU-XIII/2015, dinyatakan bahwa: “Perjanjian perkawinan dapat dilakukan pada waktu, sebelum dilangsungkan (perkawinan) atau selama dalam ikatan perkawinan dan kedua belah pihak atas persetujuan – bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau Notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap Pihak Ketiga sepanjang Pihak Ketiga tersangkut.” Dan pada Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974  tentang Perkawinan yang menyatakan: “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.”

Oleh karena itu, Perjanjian Pra-nikah (Perjanjian Perkawinan) dapat ditandatangani setelah menikah dan memiliki efek hukum yang sama dengan Perjanjian Pra-nikah yang ditandatangani sebelum menikah.

Anggota Queen Law Firm Mendapatkan “Ijin Kurator dan Pengurus”

Selamat kepada pengacara Irfan Disnizar dari Queen Law Firm yang telah mendapatkan “Ijin Kurator dan Pengurus”.

Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau Orang Perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dgn UUK (Undang-Undang Kepailitan).

Pengurus dalam PKPU adalah Balai Harta Peninggalan dan/atau Orang Perseorangan yang berdomisili di Wilayah Negara Republik Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitor dalam penundaan kewajiban pembayaran utang.