Bulan: Maret 2022

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Dalam dunia bisnis permasalahan hutang piutang telah menjadi masalah yang sangat biasa, banyak para pengusaha yang mengeluhkan permasalahan tersebut karena dapat mengakibat cash flow atau arus kas perusahaan menurun. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut salah satunya dapat di selesaikan dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dapat di ajukan di Pengadilan Niaga.

Dasar hukum PKPU telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU atau yang disingkat dengan UUK 2004 pada Pasal 222 ayat (2). Yang menyebutkan bahwa:

 “Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.”

Dalam hukum Indonesia PKPU di bagi menjadi dua yaitu PKPU Sementara dan PKPU Tetap. PKPU Sementara diputuskan oleh Pengadilan Niaga dan berlaku selama 45 hari sejak dibacakan keputusan. Dalam 45 hari tersebut Debitur dituntut untuk membuat rencana perdamaian dan skema pelunasan hutang-hutangnya kepada Kreditur. Sedagkan PKPU Tetap akan berlaku dalam 270 hari sejak putusan PKPU sementara di bacakan. Dalam 270 hari tersebut Debitur sudah menyiapkan rencana penyelesaian kewajibannya, bukan batas waktu pelunasannya. Apabila sampai batas waktu berakhir antara Debitur dan Kreditur belum terjadi kesepakatan, maka Pengadilan Niaga akan memutuskan Debitur pailit dan menyita harta kekayaan milik Debitur untuk melunasi utangnya.

Dapat kami simpulkan bahwa PKPU merupkan salah satu penyelesaian sengketa bisnis yang sederhana, cepat dan biaya ringan, karena tidak memerlukan waktu yang panjang seperti Gugat Perdata di Pengadilan Negeri.

Perceraian Dalam Hukum Indonesia

Perceraian tidak dapat di hindari oleh banyak pasangan yang merasa hubungan pernikahan mereka sudah tidak lagi sehat di mana percekcokan tak bisa di hindari setiap waktu, belum lagi beberapa di antaranya di warnai dengan kekerasan dalam rumah tangga, pada saat hal-hal seperti itu terjadi banyak pasangan menginginkan mengakhiri pernikahan dengan perceraian agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik, tapi banyak sekali orang yang masih belum paham bagaimana proses perceraian tersebut maka di bawah ini kami akan menjelaskan secera singkat bagaimana proses perceraian ini di langsungkan.

Perkawinan dapat putus dengan kematian, perceraian dan putusan pengadilan dalam pasal 39 Unadang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa :

  1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak;
  2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri;
  3. Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Dalam ayat satu secara jelas menyatakan bahwa perceraian yang sah hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Lalu bagaimana dengan pasangan yang mengaku telah bercerai secara agama yang mengaku telah di jatuhkan talak oleh suaminya? Maka kami dapat simpulkan perceraian itu tidak sah dan dalam hukum perceraian itu tidak sah dan status mereka masih dalam ikatan perkawinan yang sah.

Dalam ayat dua untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Alasan alasan tersebut terdapat dalam pasal 39 Undang-Undang  Nomor.1 tahun 1974 jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang berisikan sebagai berikut:

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa ada alasan yang sah  atau karena   ada  hal  yang  lain  di  luar   kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang  lebih   berat  setelah  perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kwajibannya sebagai suami/istri;
  6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Alasan-alasan tersebut diatas  masih ditambah  2 lagi sebagaimana tercantum dalam pasal 116 kompilasi hukum islam  yaitu :

  1. Suami melanggar taklik talak (pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam) .
  2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga (pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam).

Sedangkan dalam ayat tiga Tatacara perceraian di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, yang memungkin suami atau istri mengajukan gugatan di pengadilan, yang perlu di ketahui untuk perceraian muslim dan non muslim dilakukan di pengadilan yang berbeda, untuk pasangan muslim perceraian di lakukan di pengadilan agama sedangkan untuk non muslim di lakukan di Pengadilan Negeri.

Somasi

Pada saat ini banyak orang yang masing bingung dengan SOMASI apa itu somasi? Apakah somasi itu berguna untuk menyelasaikan masalah? Dan masih banyak lagi pertanyaan tentang somasi maka kami akan membahasnya di sini.

Somasi (somatie atau legal notice) adalah surat teguran dari calon Penggugat kepada calon Tergugat sebagaimana di atur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang berisi bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu ditemukan.”

Isi dalam somasi setidaknya memuat identitas calon Penggugat, identitas calon Tergugat, latar belakang masalah, kelalaian yang di lakukan oleh calaon tergugat, meminta hak-hak dari calon Penggugat, Perintah agar calon Tergugat segera menunaikan kewajibannya serta memberikan ruang untuk bernegosiasi, ruang untuk bernegosiasi ini merupakan jalan penyelesaian sengketa secara kekeluargaan yang biasanya di lakukan sebelum adanya gugatan di pengadilan.

Apakah somasi itu berguna untuk menyelasaikan masalah? Tentu saja berguna dan salah satu cara yang efektif untuk menyelesaikan sengketa karena somasi itu berupa surat teguran yang mengingatkan kepada calon Terguggat agar segera menunaikan kewajibannya dan sebagai itikad baik dari calon Penggugat untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara kekeluargaan sebelum adanya gugatan di pengadilan.